Senin, 28 November 2011

Hari Guru Indonesia





Hari guru merupakan penghargaan terhadap guru dan diperingati pada tanggal yang berbeda - beda di setiap Negara. Di Amerika Serikat hari guru diperingati pada setiap minggu pertama bulan Mei sebagai Hari Apresiasi Guru. Di Brazil diperingati setiap tanggal 15 Oktober. Dalam wilayah Asia, Filipina memperingatinya setiap tanggal 5 Oktober dan Malaysia memperingatinya setiap tanggal 16 Mei. Sedangkan Indonesia Hari Guru dirayakan setiap tanggal 25 Nopember bertepatan dengan HUT PGRI. Walau bukan hari libur resmi nasional, kegiatan belajar mengajar sedikit longgar. Setiap sekolah menyelenggarakan apel dan kegiatan lainnya. Hal ini sebagai penghargaan terhadap insan pendidik termasuk guru, kepala sekolah dan pengawas.
Tak ketinggalan peringatan Hari Guru turut direfleksikan oleh para guru yang berbakti di Ende. Sebuah kabupaten di tengah pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. Hari ini bukan sekedar upacara bendera di sekolah. Hari guru bukan saja sebuah seremonial belaka. Namun sebagai hari tuk sejenak berdiam diri dan merefleksikan makna sebuah profesi, yang notabene seorang pendidik.
Sekedar menengok ke belakang. Hasil UN 2010 menempatkan Propinsi Nusa Tenggara Timur di urutan pertama dari terakhir dari 33 Propinsi di Indonesia. Data Dinas PPO NTT, dari total peserta UN SMA sebanyak 35.185 siswa, yang lulus hanya 48,02 persen. Sedangkan dari 11.616 siswa SMK, yang lulus hanya 65,71 persen. Untuk tingkat SMP se - NTT, dari 72.450 siswa yang lulus 60,13 persen. Ironisnya, Kabupaten Ende yang dikenal sebagai Kota Pendidikan, persentase kelulusan untuk UN SMP dan SMA menempati urutan terakhir dari 21 kabupaten/kota di NTT. Sebuah prestasi yang menyedihkan. Terhadap kondisi ini, pertanyaan reflektif perlu dilontarkan, apa yang salah dengan pendidikan di NTT? Atau Ende, khususnya?
Membedah Masalah
Geliat pertumbuhan sekolah di kabupaten Ende bak jamur di musim hujan. Banyak sekolah hadir untuk meramaikan pasar peserta didik. Sangat disayangkan pertumbuhan sekolah yang semestiinta berbuah baik ini tidak disikapi secara serius oleh para pengelola pendidikan. Ada sekolah yang hanya nama tapi masih menggunakan gedung milik sekolah lain. Ada yang sekolah model satu atap. Benar sebagai efisiensi biaya gedung tetapi menjadi minim sarana dan prasarana penunjang kegiatan belajar mengajar. Ada sekolah yang tidak memiliki laboratorium. Tidak memiliki lapangan olahraga. Masalah persediaan sarana ini menjadikan sekolah tersebut miskin prestasi. Di sisi lain, ada masalah guru. Banyaknya sekolah tidak diimbangi dengan tenaga pendidik maka proses belajar mengajar akan berjalan pincang. Tidak heran banyak guru mengajarnya merangkap dan seperti “dosen terbang”. Peningkatan profesionalisme dan kinerja guru melalui proses sertifikasi terkesan tak berbuah banyak. Kompetensi guru tidak diukur oleh banyaknya sertifikat pelatihan yang dikumpulkan saat sertifikasi. Tapi yang perlu didorong untuk para guru di kabupaten Ende adalah semangat membaca dan membaca. Guru kurang baca bagaimana mungkin bisa mengetahui dan membuka wawasan yang lebih luas. Sedihnya lagi, banyak sekolah tidak mempunyai perpustakaan atau ruang baca. Kalau pun ada perpustakaan terkesan hanya untuk siswa. Sedangkan guru tidak. Terhadap kondisi ini bagimana kita bisa mengharapkan banyak dari seorang guru yang berwawasan luas. Imbasnya, guru menjadi miskin metode mengajar atau menggunakan metode mengajat yang itu - itu saja. Juga guru tidak tahu menulis. Fakta yang memilukan, ada guru bahasa Indonesia tidak tahu menulis, membuat puisi saja susah. Jadi yang diajarkan selama ini hanya hasil copy - paste.
Masalah lain yang substansial adalah moral para pendidik. Perlu diingat bahwa anak didik tidak meniru apa yang guru ajarkan, tetapi apa yang guru lakukan. Bagaimana mendidik orang lain, sedangkan diri sendiri tidak dibentuk dengan moral yang baik, etika yang pantas dan disiplin yang memadai. Sangat disayangkan, mendengar insan pendidik yang jarang masuk kelas, atau masuk kelas kalau tunggu hari menjelang terima gaji, selingkuh dengan istri/suami orang, melakukan tindakan asusila dan pelecehan seksual. Kode etik guru hanya sebagai bingkai kosong. Ia hanya terpampang rapi di depan/dalam ruang guru tapi miskin pelaksanaan riil insan pendidik.
Makna Hari Guru
Peringatan hari guru yang tahun ini jatuh pada hari Jumat hendaknya sebagai momen berharga bagi para guru dan insan pendidik agar benar - benar menjadi pendidik yang beretika, professional dan berwawasan luas. Alangkan indahnya bila hari ini, guru bersedia “mendamaikan” diri dengan tugas dan tanggung jawabnya yang luhur itu. Guru mesti berdamai dengan profesinya. Artinya, kembali menyadari profesi guru sebagai panggilan luhur untuk mendidik dan membangun generasi muda. Guru bukan pekerja sambil menanti berapa besar gaji yang naik bulan ini. Guru yang professional tidak bertanya, berapa besar gajinya, tetapi sudahkan murid - murid saya memahami penjelasan saya. Guru tidak bertanya, kapan hari libur, tapi kapan para murid bisa membaca dan menulis. Selain berdamai dengan profesi (diri sendiri), ia juga mesti berdamai dengan lingkungan sekitar. Artinya, mengenal dan memahami peserta didiknya, tidak lekas marah, mengakui kesalahan dan meminta maaf sekalipun terhadap siswa, peka terhadap pengetahuan yang baru dan mau membuka diri terhadap perkembangan ilmu dan teknologi. Jangan sampai terungkap guru “gaptek”. Siswa lebih tahu dari guru.
Akhirnya, profesi sebagai guru adalah panggilan suci nan luhur. Tugas dan tanggung jawabnya juga terasa berat. Guru tidak saja mengajar tetapi mendidik. Guru tidak hanya mengucapkan tetapi bisa mencontohkan. Sadar akan tugas dan tanggung jawab yang besar dan mulia ini, maka tidak lain adalah belajar dan terus belajar. Bukan saja siswa belajar tetapi guru juga harus terus belajar. Dengan demikian, harapan kemajuan pendidikan di kabupaten Ende semakin terwujud dan sebutan Ende sebagai “Kota Pendidikan” menjadi nyata.

1 komentar: