Rabu, 30 Maret 2016

Gunung Prau, Simfoni Pagi Di Dataran Tinggi

Sekitar tiga atau empat tahun lalu tidak banyak orang yang mendaki Gunung Prau. Jangankan pergi mendaki, lokasi keberadaan Gunung Prau pun hanya sedikit yang tahu. Beda halnya jika yang disebutkan adalah Dataran Tinggi Dieng, pasti sebagian besar sudah tahu dan pernah menyambanginya. Padahal, Gunung Prau termasuk dalam gugusan gunung-gemunung yang mengitari Dataran Tinggi Dieng. Gunung setinggi 2.565 meter di atas permukaan laut ini mulai dikenal luas oleh publik pada medio 2013. Berawal dari foto keindahan gunung yang bersliweran di linimasa social media, para pejalan pun lantas berbondong-bondong menyambanginya. Hingga akhirnya pada tahun 2015 Gunung Prau menjadi salah satu top destinasi yang selalu ramai dikunjungi.
Tentunya bukan tanpa alasan jika gunung ini mendadak ramai peminat. Pemandangan nan indah adalah salah satu alasan utama kenapa gunung ini ramai tiap akhir pekan atau liburan. Di saat fajar tiba, kamu bisa menyaksikan cakrawala yang berubah warna dengan siluet gunung-gemunung nan megah. Gunung-gunung besar seperti Sumbing, Sindoro, Merapi, Merbabu, terlihat dengan jelas. Hamparan kabut tipis yang menyelimuti kaki gunung atau gumpalan awan putih yang menudungi puncak menjadi panorama yang menenteramkan sekaligus membius siapa pun yang menyaksikannya. Belum lagi hamparan gundukan bukit berumput hijau mirip di film teletubbies semakin mempercantik suasana.
Selain panoramanya yang indah, alasan lainnya yang menjadikan gunung ini begitu populer adalah treknya yang terbilang mudah dan jarak tempuh yang tidak terlalu lama. Bagi yang sudah terbiasa mendaki, cukup trekking 2 hingga 3 jam maka kamu sudah bisa sampai puncak. Bahkan bagi pemula pun terbilang cukup mudah. Akses menuju Gunung Prau pun tidak terlalu sulit. Kamu cukup mengambil jalur menuju Dataran Tinggi Dieng dan berhenti di daerah Patak Banteng. Usai mendaki Gunung Prau, kamu bisa melanjutkan perjalanan menuju tempat-tempat eksotis lainnya seperti Kawah Sikidang, Puncak Sikunir, Kompleks Candi Arjuna, Telaga Warna, Telaga Pengilon, dan masih banyak lainnya.
Membaca serta mendengar review-nya yang begitu menarik, membuat saya tak sabar untuk menyambangi Gunung Prau dan mendirikan tenda di puncaknya. Akhirnya kesempatan itu pun datang. Bersama beberapa kawan, saya meluncur dari Yogyakarta menuju Wonosobo. Berhubung ini awal musim penghujan, maka bulir-bulir air terus saja menetes dari langit menemani perjalanan kami. Tapi itu bukan masalah yang berarti.
Saya memang memilih mendaki di awal musim penghujan karena pada saat itu vegetasi mulai tumbuh di sepanjang jalur pendakian sehingga tanah tidak lagi kering dan berdebu akibat musim kemarau. Jika sedang dinaungi dewi fortuna, para pendaki bisa melihat sunset maupun sunrise yang indah. Selain itu alasan lainnya adalah pada musim seperti ini wisatawan sudah mulai enggan berkegiatan di luar ruangan, sehingga jalur pendakian mulai sepi dan bisa saya nikmati sepuasnya.
Dalam perjalanan kali ini saya memilih untuk mendaki melalui jalur Desa Patak Banteng, Kejajar, Wonosobo, Jawa Tengah atau yang dikenal dengan nama basecamp Patak Banteng. Saat berbincang dengan warga saya baru tau kisah di balik nama Patak Banteng. Dalam bahasa lokal “patak” berarti kepala, jadi patak banteng adalah kepala hewan banteng. Menurut cerita warga, dahulu ada seekor banteng yang ditebas kepalanya dan kepala tersebut dikubur di desa tersebut. Lalu badannya dikubur di tempat lain yang bernama Sebanteng. Kini Sebanteng berubah menjadi lahan pertanian warga Dieng. Aneh memang, tetapi menarik. Sebenarnya selain melalui jalur Patak Banteng, kamu juga bisa mendaki Gunung Prau dari jalur Dieng dan Kendal.
Hujan pun reda tatkala kami tiba di basecampPatak Banteng. Kami disambut oleh benda kecil berwarna putih yang melayang-layang di udara dalam jumlah yang tidak sedikit. Saya pikir salju juga turun di Dieng, ternyata saya salah. Menurut salah satu penjaga basecamp Gunung Prau yang juga tergabung dalam kelompok The Bulls Egg Adventure (kelompok pengelola wisata pendakian Gunung Prau), benda putih tersebut adalah hama tumbuhan. Warga Patak Banteng menyebutnya kutu daun (Bemisia Tabaci) atau internasionalnya lebih dikenal dengan nama Silverleaf Whitefly. Dibasecamp pendakian Gunung Prau ini kami beristirahat sejenak dan melakukan repackingserta melakukan registrasi pendakian.

Pendakian Gunung Prau Pun Dimulai

Setelah tenaga mulai pulih dan perijinan pendakian Gunung Prau sudah di tangan, kami pun bersiap untuk melakukan pendakian. Seperti biasa, sebelum pendakian dimulai kami melakukan peregangan otot untuk mengurangi resiko cidera ketika menapaki jalur Gunung Prau. Usai peregangan, kami berdoa sejenak supaya pendakian kali ini bisa berjalan lancar hingga pulang nanti. Menurut salah satu anggota The Bulls Egg Adventure, pendakian Gunung Prau viabasecamp Patak Banteng sekitar 3 jam dengan beban ringan dan jalan konsisten. Ok lah akan kami coba.

Basecamp – Pos I Gunung Prau

Dengan semangat membara dan sedikit rasa ragu karena sudah lama tidak melakukan pendakian gunung, saya dengan ransel 80 liter pun mulai melangkahkan kaki. Awal dari jalur pendakian Gunung Prau adalah melewati pemukiman penduduk Desa Patak Banteng. Kami juga melewati beberapa anak tangga. Lalu setelah itu kami melewati perkebunan penduduk. Saat itu lahan-lahan masih dalam proses penanaman pohon kentang, jadi terlihat gundul.
Tak lama kemudian kami menemukan Pos I pendakian Gunung Prau yang oleh warga diberi nama “Sikut Dewo”, dalam bahasa Indonesianya adalah sikut dewa. Disini terdapat gubug kecil yang biasa digunakan sebagai tempat berjualan makanan dan minuman bagi para pendaki. Entah apa maksud mereka memberi nama seperti itu. “Ampuh tenan iki mesti”, celetukan teman saya yang mulai memucat wajahnya. “Kok iso?”, sanggah saya dengan napas tersengal-sengal. “La wong sikute dewe nggo mbandem uwong wae mesti loro, po meneh sikute dewo. Ajur mesti gununge”, jawab rekan saya dengan sedikit mengkerutkan keningnya.
Entah mengapa kami membahas nama Pos I Gunung Prau tersebut. Sepertinya kami sedang mengalami kondisi hipoksia serebral. Memang di awal tadi kami memacu langkah kami dengan sangat cepat, jadi mungkin ini hasilnya. Jika kamu tidak ingin terlalu lelah, kamu bisa naik ojek dari basecamp hingga Pos I ini. Ongkos ojek sebesar Rp 10.000 per orang.

Pos I – Pos II Gunung Prau

Nafas kami mulai stabil dan kaki sudah mulai panas serta mendapatkan ritmenya. Kami pun melanjutkan perjalanan menuju pos pendakian Gunung Prau berikutnya. Malam itu pendar sinar sang rembulan menuntun perjalanan kami dari Pos I hingga Pos II. Selama perjalanan, kami acapkali menemukan bangunan non permanen milik warga yang digunakan untuk berjualan, tetapi saat itu kami tidak menemukan satu pun warung yang buka. Mereka hanya buka di pagi dan siang hari serta di malam-malam tertentu tatkala banyak orang yang mendaki.

Pos II – Pos III Gunung Prau

Setelah melewati warung-warung warga, kami memasuki hutan pinus. Antara warung warga dan hutan pinus itulah Pos II Gunung Prau.Pada etape ini sensasi mendaki gunung sudah mulai terasa akibat kawasan yang didominasi vegetasi pinus. Ya walau pun sesekali masih bisa melihat pemukiman warga di bawah dan mendengar suara kendaraan serta sayup-sayup suara dari pengeras suara. Meski begitu suasana tetap asyik.
Saat itu rembulan sedang terlihat bundar sempurna dengan pendaran yang begitu cemerlang. Langit pun terlihat sangat bersih dan berhiaskan taburan gemintang. Pada etape pendakian ini, jalur mulai terjal dan menanjak.

Pos III – Puncak Gunung Prau

Setelah melewati hutan pinus yang cukup lebat, suasana jalur berubah sedikit demi sedikit. Vegetasi pun mulai berkurang. Kerumunan pohon pinus sedikit demi sedikit berkurang menjadi rumpun perdu. Batu-batu vulkanik pun mulai setia menemani perjalanan kami menuju puncak Gunung Prau.
Sebelum puncak Gunung Prau, kami disuguhi pemandangan hamparan bunga daisy yang cukup luas di tanah bergunduk menyerupai bukit-bukit teletubbies. Saat itu hamparan bunga daisy terpapar sinar rembulan yang lembut. Jika kami melihatnya di pagi hari pasti akan jauh lebih indah. Tidak jauh dari hamparan bunga daisy, terdapatcamping ground. Tapi kami tidak berhenti disitu melainkan melangkah terus menuju puncak, karena kami ingin mendirikan tenda di puncak Gunung Prau.
Sesampainya di puncak Gunung Prau, kami disambut oleh halimun tebal. Total durasi perjalanan kami sekitar 2,5 jam. Tidak ambil pusing dengan kabut di Gunung Prau, kami pun mendirikan tenda yang telah kami bawa dan salah satu aktivitas ketika di gunung pun saya mulai, yaitu memasak. Sangat asik sekali memasak di Gunung Prau. Usai memasak kami beristirahat di dalam tenda.
Setelah beberapa waktu telapak kaki mulai terasa sangat dingin dan badan mulai bergetar tidak berirama. Sepertinya ini sudah jam 4 pagi. Akhirnya kami pun keluar untuk menyaksikan kemegahan bentang alam serta gunung-gemunung di sekitar Gunung Prau yang akan diguyur pendaran sinar sang surya.
Perlahan mentari mulai muncul dari peraduannya. Gunung-gemunung yang berada di kejauhan mulai terlihat samar. Jika cuaca cerah, para pendaki bisa melihat banyak puncak gunung. Tetapi saat itu yang saya lihat hanya Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing. Mungkin karena intensitas hujan cukup tinggi sehingga mengakibatkan banyak uap yang naik ke permukaan karena sinar dan panas sang surya. Meski begitu saya tak pernah menyesal. Menyaksikan pagi dari puncak tinggi selalu memberikan energi.

Lokasi dan Akses Jalur Pendakian Gunung Prau via Patak Banteng

Gunung Prau ini terletak di tiga kabupaten di Jawa Tengah, yakni Wonosobo, Kendal dan Batang. Semua kabupaten memiliki jalur pendakian menuju puncak Gunung Prau. Sampai saat ini ada sekitar 5 jalur pendakian, mungkin dibuat untuk memecah kepadatan pengunjung di satu jalur ketika ingin mengadakan pendakian Gunung Prau.
Jalur pendakian Gunung Prau antara lain jalur Patak Banteng (Desa Patak Banteng, Kecamatan Kejajar, Kabupatan Wonosobo), jalur Kali Lembu (Desa Kali Lembu, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo) jalur Dieng Kulon (Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara), jalur Kenjuran (Kecamatan Sukerejo, Kabupaten Kendal) dan jalur Pranten (Kecamatan Bawang, Kabupaten Kendal).
Kali itu kami memilih untuk menapaki jalur pendakian Patak Banteng. Jalur pendakian Gunung Prau via Patak Banteng ini dahulu memang berada di Balai Desa/Kantor Kelurahan Patak Banteng. Tetapi pada bulan April 2015, basecamp Patak Banteng berdiri sendiri dan dikelola oleh kelompok peduli lingkungan dengan nama The Bulls Eggs.
Untuk menuju basecamp Patak Banteng ataupun Kali Lembu (karena basecamp pendakian Gunung Prau ini berdekatan) kamu bisa menggunakan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum.
Jika kamu dari Yogyakarta dan menggunakan kendaraan umum, kamu bisa memulai perjalanan dari Terminal Giwangan atau Jombor, pilih bus dengan trayek Jogja – Semarang dan turun di Terminal Magelang. Dari Terminal Magelang pilih bus dengan trayek Magelang – Wonosobo dan turun di Terminal Induk Wonosobo. Setelah itu teruskan perjalananmu menuju Dieng menggunakan bus kecil atau elf dan turun di Desa Patak Banteng ataupun Desa Kali Lembu.

Retribusi Gunung Prau

Tiket masuk jalur pendakian: Rp.10.000
Tarif ojek dari basecamp – Pos I: Rp 10.000
Sewa Porter per hari: Rp. 150.000

Tips Mendaki ke Gunung Prau

  • Walaupun dekat dan jarak tempuh pendakian Gunung Prau tidak terlalu panjang, tetap persiapan fisik harus diutamakan demi mengurangi resiko kram atau keseleo di bagian otot.
  • Di Gunung Prau ini diterapkan sistem buka tutup bagi para wisatawan. Penutupan semua jalur pendakian akan dilakukan pada tanggal 5 Januari hingga 5 April di setiap tahunnya. Hal ini dilakukan sebagai upaya pemulihan ekosistem gunung tersebut. Pastikan kamu menjadi pendaki yang beretika dan mematuhi peraturan yang berlaku.
  • Masalah pemilihan waktu pendakian, sebenarnya bebas saja. Ini dikarenakan durasi pendakian yang relatif singkat. Tetapi jika ingin mendapatkan momen yang cantik, rencanakan pendakian ke Gunung Prau pada bulan Juni – Agustus. Pada bulan ini intensitas hujan sudah mulai sedikit dan vegetasi di gunung pun masih hijau.
  • Jadilah pendaki yang mentaati peraturan yang berlaku dengan cara melakukan pendaftaran atau melapor ke pos pendakian yang akan di daki.
  • Namanya gunung pastilah dingin. Terlebih Gunung Prau terletak di Dataran Tinggi Dieng yang memiliki predikat salah satu tempat dingin di Jawa Tengah. Bawalah jaket dan perlengkapan yang bisa melindungi tubuhmu dari rasa dingin.
  • Gunakanlah sepatu trekking atau minimal sepatu olahraga. Sebaiknya hindari menggunakan sandal karena sandal tidak bisa melindungi mata kaki dan pergelangan kaki dari hentakan maupun gesekan.
  • Ingin mendapatkan cerita lebih ataupun membutuhkan pendamping pendakian? Sewalah guide atau porter lokal.
  • Sebenarnya melakukan pendakian solo di Gunung Prau bisa-bisa saja. Tetapi jika merasa tidak yakin dengan kemampuan dan mental ajaklah teman untuk menjadi teman perjalanan menggapai puncak Gunung Prau.
  • Pasanglah tenda di camping ground atau lokasi yang sudah tidak ada tumbuhan hidup demi menjaga ekosistem Gunung Prau. Jangan lupa bawa turun semua sampah yang kamu hasilkan selama mendaki. Be a smart climber!
Keindahan Malam di Gunung Prau
Sorang pendaki sedang menikmati keindahan malam di puncak Gunung Prau. (Benedictus Oktaviantoro/Maioloo.com)
Sunrise Gunung Prau
Sunrise di Gunung Prau, Dieng, Wonosobo, jawa Tengah. (Benedictus Oktaviantoro/Maioloo.com)
Pendakian Gunung Prau
Para pendaki Gunung Prau sedang menikmati sunrise dengan latar belakang Gunung Sumbing dan Gunung Sindoro. (Benedictus Oktaviantoro/Maioloo.com)
Sunrise Gunung Prau
Seorang pendaki sedang menikmati sunrise di Gunung Prau. (Reza Fitriyanto/Maioloo.com)
Mengabadikan Sunrise di Gunung Prau
Seorang pendaki sedang mengabadikan sunrise di Gunung Prau. (Reza Fitriyanto/Maioloo.com)
Pemandangan Gunung Prau
Genangan air di salah satu sisi puncak Gunung Prau. (Reza Fitriyanto/Maioloo.com)
Bukit Teletubbies di Gunung Prau
Hamparan perbukitan di Gunung Prau yang mirip seperti film serial teletubbies. (Benedictus Oktaviantoro/Maioloo.com)
Bunga Daisy di Gunung Prau
Kumpulan bunga daisy di Gunung Prau. (Reza Fitriyanto/Maioloo.com)
Dieng Dari Gunung Prau
Hamparan kota Dieng yang terlihat dari puncak Gunung Prau. (Benedictus Oktaviantoro/Maioloo.com)
Pos 1 (Sikut Dewo) Gunung Prau
Pos 1 (Sikut Dewo) pendakian Gunung Prau. (Reza Fitriyanto/Maioloo.com)

Rabu, 16 Maret 2016

Sembilan Destinasi Wisata Anti Mainstream di Semarang

Hampir semua situs traveling saat mengulas tentang wisata di Semarang yang dibahas hanya itu-itu saja. Kalau bukan kawasan Kota Lama, Masjid Agung Jawa Tengah, Simpang Lima ya Lawang Sewu. Namun Semarang tidak hanya memiliki itu saja banyak tempat anti mainstream yang belum banyak diketahui treveler sehingga bisa jadi destinasi wisata yang menarik untuk dikunjungi. Travelingyuk akan mencoba untuk mengajak kalian menjelajahi tempat-tempat yang selama ini kurang begitu diekspos oleh situs traveling. Potensi wisata baik di Kabupaten maupun Kota Semarang akan kita jadikan satu sehingga menjadi kumpulan destinasi wisata anti maintream seperti berikut ini.

1. Melihat Sisi Lain Semarang Sambil Menikmati Secangkir Kopi di Pondok Kopi Sidomukti

Semarang juga memiliki destinasi wisata alam yang menampilkan pemandangan indah yang tak kalah dari daerah lain. Kalian pasti sudah mengetahui Umbul Sidomukti, kawasan wisata di pegunungan dengan kolam renang yang segar. Ternyata jika traveler mau menapaki pegunungannya lebih tinggi maka akan mendapatkan pemandangan lain yang lebih indah.
Pondok Kopi Sidomukti, via instagram
Pondok Kopi Sidomukti, via instagram
Tepat di atas Umbul Sidomukti ada tempat yang begitu indah dan menampilkan wajah alam berupa lembah Ungaran, Rawa Pening, Pegunungan Merbabu dan banyak perbukitan hijau lainnya. Untuk menikmati segala keindahan tersebut traveler bisa mampir ke warung kopi yang bernama Pondok Kopi Sidomukti. Ini merupakan warung kopi dengan konsep modern yang berada d atas bukit yang menghadap ke lembah. Pagi-pagi yang dingin sambil menikmati pemandangan alam ditemani secangkir kopi, mantap!

2. Indahnya Mentari Pagi Dilihat Dari Gunung Ungaran

Untuk memperoleh lanskap alam yang mempesona di Semarang, traveler harus mempertimbangkan untuk menjelajahi kawasan pinggiran daerah ini. Salah satunya adalah wilayah Ungaran dimana disana terdapat Gunung Ungaran yang menawarkan keindahan mentari pagi yang sangat eksotis.
Gunung Ungaran, via instagram
Gunung Ungaran, via instagram
Buat traveler yang suka petualangan, trekking mendaki gunung adalah makanan favoritnya yang selalu ingin lagi dan lagi dilakukan. Gunung Ungaran adalah salah satu yang bisa mereka tuju apalagi gunung ini punya pemandangan matahari terbit yang manis. Gunung setinggi 2.050 mdpl ini bisa dicapai melalui tiga jalur yakni jalur Jimbaran, Medini, dan Candi Gedong Songo. Umumnya para pendaki akan melakukan start pada tengah malam dengan harapan mereka sampai di puncak sesaat sebelum matahari terbit.

3. Mangrove Tapak, Surga Tersembunyi di Semarang

Wisata alam lain yang kurang tersentuh di Semarang adalah Hutan Mangrove Tapak Tugu. Hutan bakau ini berada di desa Tapak, Kecamatan Tugu. Keberadaannya memang belum terendus oleh wisatawan atau bahkan pembangunan. Kawasan yang selama ini dikenal sebagai tempat kotor dan tak terawat ini sebetulnya menyimpan potensi yang luar biasa.
Mangrove Tapak, via instagram
Mangrove Tapak, via instagram
Kawasan Hutan Mangrove Tapak Tugu jika dikelola dengan baik akan menghasilkan obyek wisata yang bakal mendatangkan banyak pengunjung serta meningkatkan roda perekonomian warga setempat.Lihat saja sudut-sudut cantik yang berhasil di foto oleh traveler di atas, cantik bukan? Bisa dibilang jika kawasan hutan bakau ini adalah surga tersembunyi di Semarang yang menunggu untuk dikembangkan.

4. Gedong Songo, Candi Abad Ke-9 di Lereng Gunung Ungaran

Kembali lagi ke Gunung Ungaran. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa untuk menuju ke puncak gunung ini salah satu rute yang bisa diambil adalah dengan melalui candi Gedong Songo. Candi ini sendiri adalah kawasan wisata anti mainstream yang ada di Semarang lantaran letaknya tersembunyi di lereng Gunung Ungaran.
Candi Gedong Songo, via instagram
Candi Gedong Songo, via instagram
Candi Gedong Songo berasal dari abad ke-9 Masehi yang terletak di Dusun Darum, Desa Candi, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang. Dinamakan Gedong Songo lantaran jumlah candinya ada sembilan dan tersebar di lereng gunung Ungaran. Selain menapaki jejak-jejak sejarah, kamu juga bisa menikmati keindahan hutan pinus yang tertata rapi di sekitar situs.

5. Bukit Cinta Rawa Pening, Tempat Wisata Penuh Mitos dan Cerita Misteri

Kadang bumbu-bumbu cerita misteri dan juga mitos menjadi salah satu magnet kuat untuk mendatangkan wisatawan ke suatu destinasi wisata. Begitu pula yang terjadi pada Bukit Cinta Rawa Pening, tempat ini bukan hanya menjual keindahan danaunya saja namun juga cerita-cerita mitos di dalamnya.
Bukit Cinta Rawa Pening, via instagram
Bukit Cinta Rawa Pening, via instagram
Bukit Cinta Rawa Pening terletak di Ambarawa, Kabupaten Semarang. Lokasinya bisa ditempuh selama 1 jam dari kota Semarang. Kawasan seluas 2.670 hektar ini memang dianugerahi dengan pemandangan alam yang sejuk dan indah. Namun dibalik itu semua ada sebuah mitos yang berkembang. Mitos tersebut menyebutkan bahwa pasangan kekasih yang bukan muhrim atau masih pacaran kemudian datang ke bukit ini maka akan mengalami putus cinta. Tapi sekali lagi ini hanyalah sebuah mitos.

6. Pantai Marina, Pilihan Tepat Untuk Menikmati Indahnya Pantai Yang Jauh Dari Aktivitas Kapal Besar

Semarang memiliki beberapa pantai yang menarik untuk dikunjungi. Kalau kamu menginginkan pantai yang jauh dari hilir mudik kapal besar maka jangan datang ke Tanjung Mas namun pilih saja Pantai Marina di kecamatan Semarang Utara. Inilah pantai yang banyak dikunjungi traveler yang merindukan ketenangan laut di Semarang.
Pantai Marina, via instagram
Pantai Marina, via instagram
Dari Pantai Marina traveler bisa menyewa perahu dan berkeliling pantai. Kegiatan lainnya adalah memancing atau sekedar santai di pinggir pantai sambil menyaksikan deburan ombak. Hanya saja pada musim hujan air laut di Pantai Marina berwarna agak kecokelatan yang disebabkan dari aliran banjir kanal barat yang bermuara di pantai ini.

7. Gunung Kendil, Cantiknya Rawa Pening Dapat Dilihat Secara Utuh dari Puncaknya

Ketinggian Gunung Kendil memang tak seberapa jika dibanding Merapi atau Merbabu. Tapi trek pendaki ke puncaknya penuh tantangan dan dijamin membuat lutut bergetar. Pasalnya sepanjang rute kamu akan jarang sekali menemukan trek landai, jalurnya seperti tanjakan yang tak berujung.
Gunung Kendil, via instagram
Gunung Kendil, via instagram
Gunung Kendil hanya berdiri setinggi 1.305 mdpl. Dari puncaknya kamu bisa melihat pemandangan danau rawa Pening secara utuh yang ada di sisi utara. Secara administratif gunung ini terletak di dusun Gojati, desa Sepakung, kecamatan Banyubiru, kabupaten Semarang. Sisi sebelah timur dari gunung ini akan nampak deretan gunung Merbabu, Telomoyo hingga si kembar Sumbing dan Sindoro.

8. Banjir Kanal Barat, Kanal Pencegah Banjir yang Jadi Destinasi Wisata

Tujuan utama pembangunan Banjir Kanal barat di Semarang ini tentu saja untuk mencegah terjadinya potensi banjir saat musim hujan. Namun kawasan sekitarnya yang dipermak habis-habisan membuatnya terlihat makin cantik dan nyaman untuk nongkrong. Sejak itu jadilah Banjir Kanal Barat sebagai destinasi wisata gratisan yang kece.
Banjir Kanal Barat, via instagram
Banjir Kanal Barat, via instagram
Jembatan di Banjir Kanal Barat ini dihiasi lampu warna-warni yang cantik. Bantaran sungainya juga dijadikan ruang terbuka berupa taman yang indah. Setiap akhir pekan banyak anak muda yang nongkrong di tepi sungai ini. Ditambah jaraknya yang tidak terlalu jauh dari Simpang Lima, tempat ini pun sah menjadi jujugan bersantai para traveler.

9. Menemukan Kesegaran di Kebun Teh Medini

Berada di sisi utara Gunung Ungaran terdapat Kebun Teh Medini yang siap menyambut traveler yang rindu dengan hijaunya alam ini. Untuk menjangkaunya kamu harus sedikit keluar dari Semarang pasalnya secara administratif kebun teh ini berada di Desa Ngesrepbalong, Kecamatan Limbangan, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah.
Kebun Teh Medini, via instagram
Kebun Teh Medini, via instagram
Kebun teh ini Travelingyuk anggap layak untuk dikenalkan meski sudah keluar dari wilayah Semarang dengan pertimbangan lokasinya tidak terlalu jauh untuk dijangkau. Meski medan yang ditempuh cukup berliku dan ekstrim namun pemandangan hamparan tanaman teh akan menjadi obat mujarab penghilang lelah. Punya tempat menarik lainnya dan belum disebutkan oleh Travelingyuk? Kalian dapat turut berkontribusi dengan menuliskannya di kolom komentar.