Senin, 25 Juni 2012

Otak Mampu Bedakan Cinta dan Nafsu

Apakah Anda benar-benar mencintai seseorang. Atau, hanya tertarik secara seksual dengannya? Sejumlah ilmuwan mengklaim menemukan cara untuk membedakan cinta dan nafsu melalui pemindaian otak.

Para peneliti dari Concordia University, University of Geneva, West Virginia University, Syracuse University menemukan bahwa perasaan jatuh cinta atau munculnya hasrat seksual, diproses di satu area sama. Namun, masing-masing mengaktifkan bagian berbeda dari otak.

Mereka menganalisis sekitar 20 penelitian yang berhubungan dengan efek seks dan cinta di dalam tubuh. Mereka mengidentifikasi bagian otak yang aktif ketika menerima rangsangan cinta atau nafsu. 

Dalam penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of Sexual Medicine, peneliti menganalisi hasil pemindaian otak manusia saat melihat foto erotis, foto orang yang mereka cintai, foto makanan, dan foto pemicu kesenangan lainnya.

Nafsu mengaktifkan bagian otak yang mengontrol perasaan menyenangkan, yang berhubungan dengan seks dan makanan. Sementara cinta mengaktifkan bagian otak yang berhubungan dengan kebiasaan.

"Cinta sebenarnya adalah kebiasaan yang terbentuk dari hasrat seksual sebagai keinginan dihargai," kata peneliti Jim Pfaus, profesor psikologi dari Concordia University, dalam sebuah pernyataan kepada CNN. "Kami menetapkan bahasa berbeda untuk cinta dan nafsu."

Meski demikian, Pfaus mengatakan bahwa tak menutup kemungkinan terjadinya pergerakan rangsangan dari area yang mengolah nafsu ke area cinta. "Perubahan dari nafsu menjadi cinta adalah mekanisme ikatan dalam sebuah hubungan".

Rabu, 13 Juni 2012

Jadwal Lengkap Euro 2012

BABAK PENYISIHAN GRUP


Grup A: Polandia, Yunani, Rusia, Republik Ceko
















Grup B: Belanda, Denmark, Jerman, Portugal
















Grup C: Spanyol, Italia, Republik Irlandia, Kroasia
















Grup D:  Ukraina, Swedia, Prancis, Inggris
















PEREMPAT FINAL












SEMIFINAL








FINAL 


Selasa, 05 Juni 2012

Apakah Menjadi Sarjana Masih Bergengsi?

Persaingan hidup di Indonesia semakin lama semakin berat. Untuk bisa memenangkan persaingan, jenjang pendidikan menjadi tumpuan banyak orang, salah satunya adalah dengan memegang title sarjana baik jenjang sarjana maupun pasca sarjana.

Mahalnya biaya menempuh jenjang studi sarjana tidak menyurutkan niatan masyarakat luas untuk mendapatkan titel atau gelar sarjana. Misalnya, untuk menempuh pendidikan S1 jurusan kedokteran tidak sedikit kampus yang menarik dana hingga ratusan juta rupiah sebagai sumbangan. Jurusan populer seperti ekonomi, hukum, dan teknik di beberapa kampus juga sudah mematok biaya minimal untuk bisa memasukinya.

Di sisi lain, isu hangat banyaknya sarjana menganggur juga tidak membuat surut peminat untuk mendapatkan gelar sarjana. Silakan cermati saat pembukaan lowongan PNS, meskipun posisi yang ditawarkan hanya beberapa orang atau tenaga, tetapi yang melamar bisa ratusan bahkan ribuan. Apa yang terjadi pada proses ujian CPNS ini sebagai bukti melimpahnya jumlah sarjana dengan keahlian yang hampir sama yang memerlukan pekerjaan.

Isu menarik lainnya adalah untuk posisi tertentu seperti posisi guru dan dosen, sesuai dengan Undang-Undang Guru dan Dosen No 14 / 2005 maka calon pelamar harus memegang ijasah minimal S1untuk guru dan minimal S2 untuk dosen.

Dari beberapa contoh di atas, saya menyimpulkan jika memiliki gelar sarjana telah menjadi syarat wajib untuk pekerjaan tertentu. Bahkan untuk pekerjaan  biasa seperti administrasi tidak sedikit dari perusahaan atau institusi yang mensyaratkan ijasah minimal sarjana. Dari dinamika di atas, maka memiliki ijasah S1 bisa diperkirakan tidak lagi sebagai sebuah gengsi karena sudah menjadi persyaratan wajib minimal. Hal ini berbeda dengan situasi kira-kira tahun 80-an di mana jumlah sarjana masih langka, dan hanya orang tertentu yang bisa kuliah. Saat ini hampir setiap orang bisa kuliah dan mendapatkan sarjana.

Memegang gelar S1juga bisa membuat pemiliknya merasa malu. Contohnya, untuk menjadi dosen saat ini seorang dosen harus memiliki gelar minimal S2. Jadi bagi mereka yang masih S1 tentu memiliki rasa malu karena ijasahnya tidak lagi memenuhi syarat minimal seorang dosen. Dari contoh kasus ini bisa diprediksi jika memiliki gelar S2 bukanlah hal yang bergengsi bagi seorang dosen, karena gelar S2 adalah persyaratan wajib untuk seorang dosen. Untuk seorang dosen, memiliki gelar S1 tidak lagi menjadi kebanggaan.

Kesimpulan dari tulisan ini adalah rasa gengsi terhadap gelar sarjana terkait dengan situasi dan kondisi.Misalnya, di masyarakat umum memiliki gelar merupakan gengsi status sosial tersendiri sebagai orang yang terpelajar, namun untuk urusan profesi belum tentu bergengsi karena memiliki ijasah jenjang studi tertentu merupakan persyaratan minimal. Jadi titel sarjana akan bergengsi atau tidak tergantung pada situasi dan kondisi.Untuk itu, jangan patah semangat untuk terus menggapai pendidikan setinggi mungkin, namun juga jangan terus ambil jalan pintas dengan membeli ijasah aspal atau masuk kuliah di kampus bodong.

 Nah bagaimana dengan Anda semua? Apakah Anda merasa bergengsi dengan menjadi seorang sarjana?