Pemerintah menetapkan 1 Ramadan 1435 hijriah pada Ahad 29 Juni 2014.
Keputusan ini diambil setelah digelarnya sidang Isbat di Kantor
Kementerian Agama, Jakarta Pusat, Jumat malam, 27 Juni 2014.
"Diputuskan
bahwa 1 Ramadan jatuh bertepatan dengan hari Ahad 29 Juni 2014," kata
Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin dalam konferensi pers.
Penetapan
awal Ramadan diambil berdasarkan laporan 63 titik lokasi hilal dari
Sabang sampai Merauke yang telah ditetapkan Pemerintah RI. Dalam
pelaksanaannya, tidak satupun para saksi yang ditunjuk melakukan rukhiat
berhasil melihat hilal. Dalam pelaksanaan sidang isbat telah
disepakati melakukan ijtimak atau penggenapan bulan Syakban menjadi 30
hari. Berdasarkan perhitungan tersebut, Pemerintah menetapkan awal
Ramadhan jatuh pada Minggu besok.
Sidang isbat dihadiri
perwakilan dari tokoh dan pengurus organisasi Islam, pakar astronomi
dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, Planetarium, serta
perwakilan duta besar dari negara sahabat. Sidang isbat kali ini juga
dihadiri Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Din Syamsuddin yang
juga menjabat sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI). Sebelum
sidang isbat digelar, Kementeria Agama juga telah menggelar sarasehan
organisasi Islam dan para ahli astronomi untuk mencari titik temu awal
Ramadan.
Meski tidak serentak, karena Pimpinan Pusat Muhammadiyah
telah mengeluarkan maklumat penetapan 1 Ramadan 1435 Hijriah jatuh pada
Sabtu, 28 Juni 2014, tapi pemerintah memberikan keleluasaan kepada
masyarakat muslim Indonesia yang mengawali Ramadan tidak sama dengan
yang ditetapkan pemerintah.
Menurut Lukman, pemerintah
memberikan kebebasan karena masalah peribadatan tidak harus dipaksakan
oleh pemerintah. Pemerintah katanya, bertanggung jawab untuk memberikan
arahan dan pedoman. Ditambahkan Lukman, adanya perbedaan metedologi
harus membuat pemerintah berjiwa besar dan memberi toleransi kepada umat
Islam yang lain.
Dalam kesempatan yang sama, Din Syamsuddin
mengatakan bahwa dia menghargai kebijakan pemerintah yang tidak memaksa
umat Islam mematuhi keputusan awal puasa.
Din memberikan
penghargaan kepada Menag yang mengedepankan pendekatan ukuwah Islamiah
dalam membahas perbedaan. Menurutnya, pemerintah berkewajiban menetapkan
1 Ramadan. Namun, mereka juga wajib menghargai kalangan umat Islam yang
mempunyai pandangan berbeda.
"Itu juga amanat konstitusi yang
memberikan kemerdekaan kepada warganya untuk menjalankan ibadah sesuai
keyakinan masing-masing," ujar Din.
Din menilai, 1 Ramadan adalah
persoalan keyakinan beribadah. Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban
bagi pemerintah untuk menghormati perbedaan. Kata dia, perbedaan ini
nantinya akan dapat diselesaikan dengan pendekatan yang lebih dalam lagi
sehingga kriteria hilal ini akan bisa selesaikan.
Muhammadiyah
memang berbeda pandangan dengan pemerintah dalam menetapkan awal
Ramadan. Untuk tahun ini, mereka mengawali ibadah puasa satu hari lebih
dulu daripada ketetapan pemerintah yakni Sabtu 28 Juni 2014. Ketetapan
awal Ramadan itu telah disampaikan PP Muhammadiyah sesuai dengan
perhitungan hisab hakiki wujudul hilal yang dipedomani Majlis Tarjih dan
Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Ketua Bidang Tarjih, Tajdid,
dan Pemikiran Islam PP Muhammadiyah Yunahar Ilyas mengatakan,
berdasarkan metode perhitungan Muhammadiyah, bulan sudah tampak pada
tanggal 27 Juni 2014, pada pukul 15.00 WIB, menit ke-10, detik ke-21.
Menurutnya,
dengan kondisi yang terjadi pada 27 Juni 2014, telah memenuhi tiga
kriteria utama untuk menentukan hari berikutnya sudah masuk ke bulan
baru dalam kalender Hijriah. Tiga kriteria utama yang telah terpenuhi
untuk menetapkan awal sebuah bulan adalah telah terjadi ijtimak atau
konjungsi antara bulan dan matahari pada tanggal 27 Juni, konjungsi itu
terjadi sebelum terbenamnya matahari, serta saat matahari terbenam pada
tanggal 27 itu, bulan masih berada di atas ufuk.
Ilyas tak
menampik keputusan Muhammadiyah ini akan berpotensi terjadi perbedaan
dengan pemerintah dalam menetapkan awal Ramadan. Karena menurut dia,
pemerintah menggunakan metode yang berbeda dalam menetapkan awal dari
sebuah bulan Hijriah.
Katanya lagi, dalam sidang Isbat,
pemerintah mematok bulan harus berada 2 derajat di atas ufuk. Bila
mayoritas laporan menunjukkan 2 derajat, baru laporan ruqyah bisa
diterima. Sehingga dengan demikian, ada kemungkinan penetapan tanggal 1
Ramadan yang dilakukan pemerintah akan berbeda.
Meski demikian,
dia tetap menyerukan agar seluruh umat Islam menjaga toleransi. Dia
berharap antar sesama umat Islam dapat saling menghormati walau terjadi
perbedaan penetapan tanggal 1 Ramadan.
Hilal Tak Terlihat
Kantor
Wilayah Kementerian Agama Sumatera Selatan melakukan rukhiat pengamatan
hilal untuk menentukan masuknya 1 Ramadan 1435 Hijriah di wilayan
Sumatera Selatan. Hasil pengamatan yang dilakukan untuk wilayah Sumatera
Selatan, hilal tak terlihat karena tertutup awan.
Pihak Kanwil
Kemenag Sumsel melakukan pengamatan hilal dari atas gedung tertinggi di
Palembang dengan menggunakan teropong khusus pada Jumat petang, 27 Juni
2014. Pengamatan dilakukan pada saat matahari tenggelam pada pukul 18.03
WIB.
Menurut hasil perhitungan hilal sudah di atas ufuk pada
saat matahari terbenam dengan ketinggian nol derajat 23 menit pada
azimut 23 derajat 17 menit dari arah barat ke utara. Sedangkan hilal
terbenam di arah azimut 18 derajat 27 menit, dari barat ke utara. Karena
di wilayah Palembang tertutup awan, menyebabkan hilal tak terlihat.
Kementerian
Agama Provinsi Jambi bahkan lebih dulu menetapkan 1 Ramadan 1435
Hijriah jatuh pada hari Minggu, 29 Juni 2014. Keputusan ini diambil
setelah berdasarkan rukyatul hilal yang dilakukan Kemenag Provinsi
Jambi, Jumat sore 27 Juni, hilal belum terlihat. Dengan demikian Kemenag
Provinsi Jambi menyatakan bulan Sya'ban 1435 H digenapkan 30 hari dan
puasa hari pertama baru dilaksanakan hari Minggu.
Tim Hisab
Rukyah Kemenag Jambi, Rahmadi mengatakan, meski langit Jambi pada sore
hari berawan, dipastikan hilal tidak tampak. Hilal mar'i kurang dari
minimal 2 derajat yang disyaratkan. Lama hilal 1 menit. Posisi hilal
terhadap matahari saat magrib berada di sebelah utara matahari.
Pimpinan
Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur juga mengerahkan tim ahli
falakiyah untuk memantau penampakan bulan atau ru'yatul hilal untuk
menentukan awal Bulan Suci Ramadan 1435 Hijriah. Berdasarkan pemantauan,
hilal berada di bawah dua derajat. Dengan posisi hilal seperti itu,
maka bulan belum terlihat sempurna.
Metode ru'yatul hilal yang
digunakan untuk menentukan awal Ramadan haruslah bulan terlihat jelas.
Sementara dalam ilmu astronomi atau ilmu Falak, hilal bisa terlihat
jelas jika posisi hilal setidaknya berada di posisi 2 derajat.
Jangan Dicemari
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengimbau kepada semua pihak
untuk tidak melakukan kekerasan menjelang atau selama bulan Ramadan. Dia
juga melarang adanya aksi sweeping atas nama agama.
"Ramadan jangan sampai dicemari kesuciannya, tindakan atas nama apapun," katanya.
Lukman
mengatakan, aksi sepihak sebaiknya dihindari. Hal itu agar bulan
Ramadan ini tetap terjaga kesuciannya. Masing-masing pihak diharapkan
pro aktif memahami dan mengerti yang lain bukan menuntut dipahami atau
dimengerti.
Katanya, umat muslim harus memahami bahwa tidak semua
orang beragama Islam bisa menjalankan kewajiban berpuasa. Sehingga,
tidak benar apabila ada pemaksaan kepada orang lain untuk
melaksanakannya. Bila kedua belah pihak pro aktif saling mengerti dan
memahami, maka tindakan memaksakan kehendak dan cara-cara kekerasan bisa
dihindari
"Misalnya ada seorang muslim dia tidak berpuasa, tapi
karena sedang berhalang, seperti sakit. Hak mereka harus dilindungi,"
jelasnya.
Kepolisian Daerah Metro Jaya juga sudah mengimbau
kepada masyarakat untuk menciptakan suasana kondusif dan saling
menghormati dalam menjalani ibadah puasa Ramadan. Setiap aksi sweeping
akan ditindak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
Kapolda
Metro Jaya Inspektur Jenderal (Pol) Dwi Priyatno mengatakan, polisi akan
menindak tegas organisasi masyarakat (ormas) yang masih berani
melakukan sweeping atau razia. Guna menyosialisasikan larangan sweeping
ini kepada ormas dan tokoh masyarakat.
"Sosialisasi untuk
pendekatan. Karena dalam UUD yang berhak melakukan tindakan hukum,
terutama sweeping, adalah polisi dan Satpol PP," kata Dwi di Mapolda
Metro Jaya, Jumat 27 Juni 2014.
Jika nanti ada ormas atau
kelompok yang masih saja melanggar dengan melancarkan sweeping ilegal,
polisi tak segan-segan mempidanakan mereka. Berkaca dari Ramadan di
tahun-tahun sebelumnya, sejumlah ormas kerap melancarkan razia ke
tempat-tempat hiburan malam. Untuk itu, Dwi menjamin, sweeping ilegal
tidak akan terulang di Ramadan tahun ini.
Selain itu, bulan
puasa yang bersamaan dengan kegiatan pilpres membuat polisi harus ekstra
memberikan pengamanan kepada masyarakat. Dari segi pengamanan, Polda
Metro akan menurunkan 7200 personel yang sudah siap siaga di beberapa
titik penjagaan. Mengingat, dalam waktu dekat polisi juga akan menggelar
operasi ketupat.
Saat ini polisi telah melakukan Operasi Cipta Kondisi untuk menekan
tingkat kriminalitas yang meningkat saat Ramadan sampai Lebaran.
Sejumlah penertiban yang dilakukan polisi, antara lain operasi petasan,
kembang api, senjata tajam dan minuman keras. "Semuanya untuk
menciptakan keamanan bagi masyarakat," katanya.